-->

Translate This Blog

11.10.10

Mulia di Sisi Allah Azza wa Jalla

“Katakanlah: "Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu” (Ali Imron:26).

Budi pekerti atau perilaku mulia seseorang akan mempengaruhi kebahagiaan hakiki. Anda sebagai manusia berhak atas kebahagiaan hakiki apabila berakhlak mulia. Setiap manusia mengandalkan kepada budi pekerti yang mengantarkannya sebagai hamba mulia di sisi Allah Azza wa Jalla. Masalahnya adalah bagaimana anda mangungkapkan kebaikan hati akan perilaku mulia tersebut? Sekiranya perilaku anda tidak mengacu kepada suara hati, maka dapat dipastikan akhlaknya mengikuti caranya akal berpikir dengan dorongan kekuatan setan membisikkan kejahatan di dada. Kecerdasan akal tidak lebih baik dari suara hati dalam menuntun manusia kepada jalan menuju kemuliaan.

Bahagia sesungguhnya merupakan tujuan utama manusia hidup di dunia dan di akhirat. Satu jiwa bahagia berpengaruh terhadap seluruh jiwa di sekitarnya. Bila anda bahagia, maka orang tua, anak, istri juga ikut bahagia. Andaikan, sebaliknya, hidup anda selalu dipenuhi dengan penderitaan, maka seluruh jiwa yang lain di lingkungan keluarga anda pun merasakan dampaknya, seolah sama mengalami kehilangan keceriaan hidup; hidup serasa sumpek, malas bekerja, risih, lusuh, tak bergairah, dan lain-lain penderitaan jiwa. Dalam kondisi kejiwaan yang tidak menunjukkan kebahagiaan, hari-hari terasa tidak bermanfaat bila diteruskan. Putus asa akhirnya menguasai pola pikir anda. Bagaikan ada petir di siang bolong, kepala terasa mau pecah. Gairah hidup pun sudah tidak ada lagi. Seakan hidup sudah di ambang kehancuran.

Anda masih belum bahagia bila banyak masalah yang dihadapi dalam kehidupan. Bahagia hakiki sesungguhnya adalah suatu keadaan jiwa yang bebas dari masalah-masalah yang selalu mengiringi hidup anda sepanjang masih berada di dunia. Anda bahagia bila tak ada satu masalah pun yang selalu setia menemani hidup anda. Anda pasti akan meragukan bahwa ada seseorang yang sudah dapat bahagia ketika hidup di dunia bila pemahaman bahagia seperti itu. Bagaimana mungkin ada yang sama sekali tidak mempunyai persoalan hidup? Boleh saja anda ragu, tetapi bukankah anda adalah manusia beriman, yang meyakini bahwa Allah SWT senantiasa mengabulkan do’a orang-orang yang berdo’a kepada-Nya? Apakah anda tidak pernah berdo’a kepada-Nya sesudah solat? Adakah do’a anda tidak dikabulkan ketika anda memohon kepada Allah SWT dengan kalimat “Robbana atina fid dunya hasanatan wa fil akhiroti hasanatan wa qina adzaban nar”? Jadi, selama ini do’a itu anda yakini tidak dikabulkan? Sejak kapan anda berdo’a sampai benar-benar merasakan anda bahagia? Anda mungkin salah berusaha ketika sesudah solat yang diiringi dengan do’a tersebut. Bukankah, sekali lagi, anda meyakini bahwa Allah senantiasa mengabulkan setiap orang berdo’a kepada-Nya?

Anda sesungguhnya tidak pandai bersyukur, sebab Allah SWT senantiasa mengabulkan orang-orang yang berdo’a kepada-Nya bila diiringi dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Atau, jangan-jangan, anda tidak mematuhi setiap perintah-Nya? Jika betul memang anda tidak mematuhi perintah-Nya, pantas anda sulit menemukan kebahagiaan. Bagaimanapun, Allah lah yang memberi kebahagian kepada semua hamba-Nya. Allah lah yang memiliki kehendak.

Kehendak Allah hanya diperuntukkan bagi hamba-hamba-Nya yang senantiasa bertakwa kepada-Nya..Kehendak Allah senantiasa berhubungan dengan keadaan hamba-Nya yang selalu berbakti kepada-Nya. Berbeda dengan keinginan manusia yang selalu mengikuti kecenderungan untuk berbuat keburukan. Bila kehendak Allah senantiasa mengajak kepada kebaikan, maka keinginan manusia selalu mengajak kepada kejahatan. Anda tidak akan diberikan karunia oleh Allah yang lebih baik bila tidak menjalankan setiap perintah-Nya. Ini artinya anda tidak menginginkan kehendak Allah Azza wa Jalla. Sebaliknya, bila anda senantiasa patuh dan taat kepada-Nya, maka Allah Azza wa Jalla menghendaki anda bahagia. Andalah yang menentukan bahagia tidaknya dalam kehidupan di dunia dan di akhirat. Semuanya terletak kepada keinginan anda. Sekalipun demikian, memang Allah memiliki kehendak-Nya sendiri. Anda bisa saja tidak dikehendaki oleh Allah sekiranya Dia berada di dalam kekuasaan-Nya. Keadaanlah yang menjadikan Dia berkehendak sesuai dengan keputusan-Nya. Keputusan-Nya berhubungan dengan ada-Nya Dia yang Maha kuasa. Siapapun tidak dapat menghalangi kehendak-Nya. Jangankan Allah Yang Maha Kuasa, anda sendiri selalu ingin dipenuhi segala keinginan yang anda miliki? Keadaanlah yang memaksa anda berkeinginan, bukan sesungguhnya dari keputusan yang anda tetapkan. Misalnya, anda berkeinginan sangat kuat untuk berhasil merebut kursi jabatan. Padahal, hati anda sudah mengukur kemampuan anda dalam beraksi merebut kekuasaan. Namun karena keras keinginan anda, akhirnya apapun anda tempuh. Anda sendiri sesungguhnya tidak berharap mengusahakan keinginan anda yang tidak memungkinkan itu. Allah SWT juga akan berkehendak sesuai keadaan yang memaksakan Dia mengambil tindakan dalam rangka mengingatkan. Dia berkehendak mencabut kemakmuran sebuah negeri sekiranya di negeri tersebut sudah tidak ada lagi yang bertakwa kepada-Nya. Anda jelas tidak mungkin sama keadaannya bila berkeinginan dengan keadaan bila Allah berkehendak. Apapun yang diinginkan anda tidak selalu berhasil, sementara bila Allah berkehendak pasti terjadi. Jika Allah hanya mengatakan “kun” maka “kun” (kun fayakun), sementara anda mustahil dapat terjadi jika tidak dikehendaki Allah. Mengapa Allah SWT tidak memiliki kehendak kepada Amerika yang kafir untuk dihancurkan? Allah SWT selain memiliki kehendak juga mempunyai kebijaksanaan. Kebijaksanaan Allah didasarkan atas kasih sayang Allah bukan tanpa dasar. Sebagaimana sebaliknya, mengapa Allah SWT tidak menjadikan kaum muslim dikehendaki agar menjadi mu’min semua. Bila Allah SWT berkehendak sangat mudah.

Allah adalah Raja dari segala raja manusia dan makhluk lain di seluruh jagad raya. Kebijaksanaan-Nya hanya berada pada Dia Yang Berkuasa. Bagi kaum mu’min, Allah telah menyiapkan kebahagiaan hakiki bila mengikuti perintah-Nya. Sedangkan orang-orang kafir, Allah telah menyiapkan balasan siksa yang sangat pedih dan menakutkan. Kemudian bila ada yang tetap saja ingkar kepada Allah sesudah diberi peringatan, maka akan berlaku ketetapan-Nya. Allah SWT telah menurunkan rasul-rasul-Nya untuk memberi peringatan dan kabar gembira kepada semua manusia. Allah SWT berfirman, “Manusia itu adalah umat yang satu. (Setelah timbul perselisihan), maka Allah mengutus para nabi sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab dengan benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Tidaklah berselisih tentang Kitab itu melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka Kitab, yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, karena dengki antara mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkan itu dengan kehendak-Nya. Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus” (al-Baqarah:213).

Ketika manusia memperselisihkan tentang dirinya, sebagai yang paling benar, maka Allah menurunkan para nabi sebagai utusan Allah SWT untuk memberi kabar gembira dan memberi peringatan. Hal ini dimaksudkan agar semuanya menyadari bahwa manusia itu adalah makhluk yang sama sebagai ciptaan Allah Azza wa Jalla. Akan tetapi, dengan kecongkakan dan kesombongan yang dihembuskan setan di dadanya, maka muncullah manusia-manusia yang tidak mengikuti nabi-Nya yang telah menjelaskan secara nyata sebagaimana difirmankan oleh Allah di dalam Kitab-Nya. Allah mengutus ‘Isa untuk mengabarkan akan kebenaran Allah Azza wa Jalla bahwa Dia adalah Tuhan yang patut disembah. Dia adalah Allah Azza wa Jalla yang telah menciptakan ‘Isa dari seorang perempuan (Maryam) tanpa seorang bapak. Allah SWT Maha Kuasa atas segala sesuatu. Tetapi, umatnya memperselisihkannya. Andaikan anda berada di tengah-tengah keadaan umat seperti itu, apa yang akan anda lakukan? Anda akan beriman kepada Allah sebagaimana diajarkan oleh nabi ‘Isa atau anda meragukannya?

Jika anda seorang mu’min tentu anda akan mengimani nabi Allah ‘Isa as. Betapapun ‘Isa tidak dilahirkan dengan kondisi saat itu, maka sifat manusia akan berada dalam kesesatan karena setan selalu menggodanya. Jadi, bukan karena suatu kondisi yang menyebabkan orang menjadi beriman atau tidak beriman, tetapi dari suasana hati yang menentukan. Bila hati anda kosong dari mengingat Allah SWT, maka anda akan dengan mudah dikuasai oleh bisikan setan. Anda hanyalah makhluk yang sangat lemah tak berdaya bila tidak ditolong oleh Allah Azza wa Jalla. Maka, sebagai seorang mu’min semestinya anda selalu mengingat Allah SWT di hati anda. Jangan biarkan setan menguasainya. Sangat kuat setan menggoda anda. Maka, jangan mudah dijebak oleh rayuannya. Setan menggoda manusia dari berbagai arah dan dengan berbagai cara. Anda lengah, setan pasti masuk ke jiwa anda. Berhati-hatilah.

Anda adalah sasaran antara bagi setan mengajak kepada keburukan. Anda sendiri tidak menyadari bila sedang digoda olehnya. Seperti, misalnya, ketika anda sedang berbuat baik kepada setiap orang, lalu datanglah utusan setan menggodanya dengan suatu ajakan seolah-olah baik, padahal jahat. Anda menganggap bahwa setiap orang memiliki potensi untuk berbuat baik, maka anda mengangguk ajakannya mengadakan suatu usaha untuk menjalankan amanat. Ikatan antara anda dan dia diperkuat dengan suatu amal yang sangat kelihatan menjangkau bagi kepentingan umat. Sadar bahwa memang seharusnya demikian anda berada, maka keputusan anda untuk mengumpulkan dana bagi kepentingan umat pun dilaksanakan. Setan sudah berhasil membuat perangkap kebaikan. Anda terus dalam keyakinan bahwa cara ini adalah halal dan baik. Perjalanan tidak cukup sampai di situ, tetapi setan sangat halus, maka secara perlahan ia mulai membuat suatu rencana perselisihan di antara anda dengan rekan anda. Konsep anda ditolak oleh rekan anda. Setan mempengaruhi, lagi-lagi, dengan cara halus. Suatu saat rekan anda meninggalkan anda, maka anda sangat merasa berdosa. Anda pun yang baik sesungguhnya dijebak olehnya untuk mengikuti konsepnya. Padahal anda tahu bahwa konsepnya mengajak anda untuk mengambil keuntungan sebagai jerih payah atas pekerjaan yang dilakukan. ‘Keuntungan’ dalam konsep anda sama sekali tidak dibenarkan oleh ajaran Islam bila terkait dengan dana umat. Keuntungan hanya ada di dunia bisnis atau perdagangan. Padahal anda tahu tugas anda hanya menyalurkan dengan diberi upah sebagai amilin. Akan tetapi, dengan kecerdasan anda dalam mengelola uang umat, maka direncanakan agar terus berkembang. Dibuatlah sebuah usaha yang dipandang halal secara syar’i. Jangan lupa setan lebih pandai melebihi seorang ulama sekalipun. Setan pernah berada di surga, sementara anda belum. Setan diturunkan dari surga karena membangkang tidak mematuhi perintah Allah SWT untuk bersujud di hadapan Adam as. Sedangkan anda hanya manusia biasa, bukan nabi. Anda pun belum bertakwa. Jadi kemungkinan besar, anda dijebak sangat besar peluangnya. Sudahkah anda menyadari? Pernahkah anda memohon lebih dahulu kepada Allah atas keputusan anda tersebut untuk menerima ajakan rekan anda? Sekiranya anda sudah berdo’a apakah anda mendengarkan bagaimana Allah SWT memberi keputusan? ‘Waduh itu tak mungkin kalau sampai mendengar jawaban langsung dari Allah!’ kemungkinan besar anda akan menjawab seperti itu. Pertanyaan saya adalah mengapa anda tidak meyakini do’a anda telah dijawab atau tidak oleh Allah? Anda sesungguhnya berarti belum menjadi orang yang didekatkan oleh Allah Azza wa Jalla. Maka, menurut hemat saya, kecerdasan akal tidak menjamin keputusan anda sudah diakui oleh Allah SWT.

Bila anda meyakini suatu kebenaran yang datangnya dari al-Qur’an, maka jangan ada sedikitpun keraguan. Bila itu batil, maka pasti batil. Kebenaran tidak dapat dicampur adukkan dengan yang salah. Allah SWT berfirman, “Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang batil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui” (al-Baqarah:42). Benarkah anda mengumpulkan zakat lalu mengelolanya seakan menjadi kepentingan umat? Bagaimanakah bentuk penyaluran zakat sesuai dengan ketentuan yang dibenarkan secara syar’i? Bila memang betul secara syar’i, apakah anda sudah bermusyawarah dengan Allah? Bukankah sesuatu yang menurut manusia baik, dalam pandangan Allah belum tentu baik? Anda boleh jadi berpendapat, ‘bukankah bermusyawarah dengan Allah itu menyangkut hanya hal-hal yang meragukan saja, antara ya atau tidak? Bila sudah jelas boleh, tentu saja tidak harus dimusyawahkan lagi dengan Allah.’ Saya bertanya, ‘siapa yang membolehkan dan tidak membolehkan suatu perkara umat dilakukan dalam kaitannya dengan pengambilan keputusan?’ Anda mungkin akan menjawab, ‘tentu saja manusia. Bukankah ada pilihan yang dapat diambil bila tidak ditemukan dalam al-Qur’an dan hadits, yaitu dengan ijtihad para fuqaha?’ Saya bertanya lagi, ‘apakah setiap yang diambil oleh fuqaha sudah pasti benar? Siapakah yang memiliki kebenaran mutlak? Bukankah jumlah fuqaha banyak dan mengapa berbeda satu sama lain? Mengapa tidak dijadikan rujukan oleh yang lain fiqih anda? Mengapa pula anda tidak mengikuti fiqih yang lain di luar anda? Padahal semuanya masih dalam tahap menggali kemungkinan yang mendekati benar sesuai dengan ketentuan yang ada di dalam al-Qur’an dan hadits? Patutkah manusia berpendapat tanpa adanya bersahaja di hadapan Allah? Sudahkah anda menjangkau langit menemui Allah Yang Maha Tinggi? Sudahkan anda menyelami kehendak Allah Azza wa Jalla Yang patut dipuji? Sudahkan anda mengimani apapun yang difirmakan Allah adalah benar ada-Nya? Di manakah posisi anda pada saat sedang berpendapat untuk mengambil keputusan? Adakah manusia mengaku sebagai paling benar? Mengapa jika baru mencoba mendekati benar sudah mengklaim sebagai yang paling benar? Mengapa anda masih menjauh dari menyebut nama-Nya di dalam hati? Dapatkah akal menjadi jaminan satu-satunya, bila hati anda kosong dari mengingat nama-Nya, untuk membenarkan suatu perkara? Siapakah yang memberi anda kemampuan berpikir? Jika mengaku bahwa Allah lah yang menjadikan anda pintar, mengapa Allah diabaikan dari hati anda?' Saya berkeyakinan bahwa sekiranya anda mengabaikan Allah dalam diri anda, maka Allah pun akan mengabaikan anda. Adakah anda, sekali lagi, berdzikir sebanyak-banyaknya untuk Allah? Bagaimana menurut anda berdzikir sebanyak-banyak itu? Apakah hanya cukup di lisan dan dengan frekuensi tertentu saja? Bagaimana bila anda tidak mengingat-Nya secara terus menerus, apakah anda sudah dijamin oleh Allah dapat dilindungi dari bisikan setan? Apakah anda sudah merasa cukup hanya dengan berta’awudz di bibir saja, lalu anda merasa yakin Allah melindungi anda? Bagaimana menurut anda orang yang solat tetapi masih diganggu setan, sehingga dia berpaling dari Allah, bukankah dia sudah berta’awudz?

Manusia hanyalah menjalankan apa yang ditunjukki oleh Allah bila mau disadari. Allah lah yang memiliki segalanya. Manusia sebatas mengikuti apa yang sudah ditunjukki oleh Allah tanpa alasan. Anda yang merasa memiliki kemampuan otak yang brilian tak berarti apa-apa di hadapan Allah Yang Maha Perkasa. Saya menyadari bahwa memang setiap orang berada dalam maqam yang berbeda-beda di sisi Allah. Maka, apapun yang saya munculkan dalam berbagai pertanyaan sebatas hanya sebuah bacaan saja bila tidak dicoba untuk direnungkan. Sekiranya menjadi penting dalam ajakan untuk senantiasa mengagungkan nama-Nya, mendekati-Nya secara khusyu’, merendahkan diri dihadapan-Nya sambil tersungkur menangis, memohon maaf setiap saat, akan berbeda jadinya. Semua yang diluncurkan dalam rangka mengajak menjadi hamba yang mulia tak mungkin ditanggapi bila dengan akal cerdas sambil mengabaikan suara hati. Sepanjang hati belum menjadi imam dalam jiwa, maka sulit manusia mendapati petunjuk Allah Azza wa Jalla secara langsung. Maka, akallah yang menunjukkinya. Padahal, akal baru menjadi sebagian kecil dari sebanyak karunia Allah yang diberikan kepada manusia. Anda akan lelah mendekati Allah, apabila akal anda selalu menjadi sandaran hidup. Allah Azza wa Jalla tidak akan pernah mendekati akal anda, selain kepada hati. Hati anda menjadi tenang bila anda mengingat nama-Nya, terlebih-lebih bila anda sudah diperkenankan menemui-Nya. Akan tetapi, sulit bagi anda bila tidak memiliki keyakinan bahwa Allah SWT berkenan menemui hamba-Nya yang berharap dan menjalankan apapun yang dijadikan sebagai ketentuan-ketentuan-Nya dengan sepenuh jiwa. Jika anda mendekati-Nya hanya separuh hati, maka Allah pun mendekati anda separuh saja. Bila anda tidak meyakini Allah dapat menjumpai anda, maka Allah pun tidak akan mendekati anda. Allah Azza wa Jalla akan ‘bersikap’ sebagaimana prasangka hamba-Nya. Bila anda beakhlak mulia, maka Allah pun akan berbuat baik kepada anda. Akhlak mulia adalah ciri orang bertakwa, bukan orang yang beriman. Orang yang bertakwa sudah pasti beriman, sedang orang beriman tidak dijamin menjadi bertakwa. Bergantung intensitas anda dalam mendekati-Nya. Semakin mendalami apa yang ada di dalam kekuasan-Nya, maka semakin anda akan diantarkan kepada jalan-Nya yang lurus. Namun bila sekedar memenuhi kewajiban, maka sebatas itu pula Allah mendekati anda. Bila anda mendekati Allah ketika butuh saja akan pertolongan-Nya, maka Allah pun mendekati sebatas menolong saja sesuai dengan keinginan anda. Lalu bagaimana setelah itu? Semuanya bergantung anda bersikap dan berakhlak di hadapan Allah. Jika anda butuh Allah, maka Dia sama sekali tidak membutuhkan anda. Allahu Akbar, Allah Maha Besar tidak ada sekutu bagi-Nya. Dia berdiri sendiri tanpa dibantu oleh siapapun, tidak menyandarkan kepada apapun. Dia adalah zat yang semua makhluk sangat takut dengan ke-Aku-an-Nya. Ada-Nya adalah kekuasaan-Nya. Allah Azza wa Jalla ada karena Dia Maha Bijaksana. Allah Maha Kuat karena Dia Maha Perkasa. Sedangkan manusia makhluk yang lemah dan tak berdaya apa-apa selain hanya makhluk yang sangat kekurangan dan selalu membutuhkan pertolongan Allah.

Mulianya manusia bergantung dari perbuatannya yang menyandarkan kepada suara hatinya, bukan kepada keakuannya yang didominasi oleh akal yang menyesatkan karena pengaruh bisikan setan yang menghembuskan bisikan kejahatan di dadanya. Anda tidak akan bahagia bila selalu mengacu semata-mata kepada otak cerdas anda bila tidak segera berdzikir mengingat nama-Nya, merendah di hadapan-Nya ketika solat, mengakui kesalahan anda di hadirat-Nya, dan tidak berbuat apa-apa selama menjadi manusia sebagai hamba Allah. Anda hanya akan bahagia bila menemukan jati diri anda sebagai hamba yang hina dan tak memiliki kemampuan apapun di hadirat-Nya. Insya Allah.


NEXT ARTICLE Next Post
PREVIOUS ARTICLE Previous Post


EmoticonEmoticon

Post a Comment

NEXT ARTICLE Next Post
PREVIOUS ARTICLE Previous Post
 

Delivered by FeedBurner