-->

Translate This Blog

16.9.10

Agama, Hati, dan Ilahi

Agama adalah sebuah istilah yang ditujukan kepada suatu pemahaman mengenai keyakinan seseorang terhadap pembalasan Tuhan kepada yang tidak berbuat baik. Alasannya adalah Tuhan tidak pernah mengajak kepada makhluk-Nya untuk berbuat jahat. Maka, seseorang cenderung berbuat jahat apabila dia tidak beragama.
Agama yang dimaksud di sini adalah agama samawi, yaitu agama yang pernah Allah menyebutnya di dalam Al-Qur’an sebagai agama-agama yang sesungguhnya adalah agama yang diakui oleh Allah. Akan tetapi, di dalam Al-Qur’an surat Ali Imron ayat 19, Allah berfirman: “Sesungguhnya agama (yang diridoi) di sisi Allah adalah Islam.” Allah juga berfirman, “Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Ali Imron: 85). Maka ketika saya menyebut agama, yang dimaksud adalah Islam. 
Begitulah pentingnya menjunjung tinggi nilai-nilai keislaman karena Allah telah menerima dan meridoi Islam sebagai agama-Nya. Manusia banyak yang beranggapan bahwa beragama hanya untuk menutupi dampak langsung terhadap pribadi, bukan menyangkut kepentingan umum. Anggapan seperti ini karena agama lebih dilihat sebatas hanya dari sisi keduniawian, bukan sebagai bagian dari alam keabadian. Islam sebagai agama Allah tidak pernah sama sekali mengajak umatnya untuk hanya memperjuangkan kehidupan dunia,  selain memikirkan juga kampung akhirat. 
Allah Swt mengakui bahwa Islam adalah agama yang sangat sempurna. Maka siapa pun yang masuk Islam berarti dia telah memperoleh petunjuk, “Kemudian jika mereka mendebat kamu (tentang kebenaran Islam), maka katakanlah: "Aku menyerahkan diriku kepada Allah dan (demikian pula) orang-orang yang mengikutiku". Dan katakanlah kepada orang-orang yang telah diberi Al Kitab dan kepada orang-orang yang ummi: "Apakah kamu (mau) masuk Islam?" Jika mereka masuk Islam, sesungguhnya mereka telah mendapat petunjuk, dan jika mereka berpaling, maka kewajiban kamu hanyalah menyampaikan (ayat-ayat Allah). Dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya” (QS. Ali Imron: 20).


Agama dan Allah

Allah sangat jelas menyebut bahwa Islam adalah agama-Nya. Anda adalah salah seorang yang termasuk beragama Islam apabila mengakui bahwa Allah adalah satu-satunya Tuhan, Allah yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu, tidak beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tak ada satu pun yang dapat menyamai-Nya (lihat  QS. Al-Ikhlas: 1-4).
Apabila mengakui adanya hal demikian, anda tidak lagi diragukan sebagai pemeluk agama Islam. Akan tetapi, bila salah satu saja dari keempat ayat tersebut tidak diterima, maka anda bukan lagi menjadi pemeluk agama Islam, alias murtad (keluar dari agama Islam).
Kedudukan seseorang sebagai pemeluk agama Islam terletak pada bagaimana dia menerima keberadaan Allah sebagaimana yang disebutkan di dalam surat Al-Ikhlas, serta mengakui keberadaan Muhammad sebagai Rasul-Nya.
Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wa barakatuh, suatu sapaan yang sangat menyentuh jiwa seseorang yang menerimanya. Sapaan yang mengandung permohonan kepada Allah untuk keselamatan, kasih sayang dan berkah saudaranya sesama muslim.
Di sinilah Allah mengkhususkan bagi kaum muslim dalam tegur sapa di antara saudaranya, dan tidak ada hal yang serupa bagi pemeluk agama lain. Allah sengaja mengajarkannya kepada pemeluk agama Islam melalui Rasul-Nya. 
Oleh karena itu, Islam merupakan salah satu agama yang diselamatkan. Maknanya adalah bagi siapa pun yang memeluk agama Islam dia berhak memperoleh penyelamatan dari Allah Azza wa Jalla atas siksa api neraka apabila dia mengikuti apa yang ditunjuki-Nya melalui Rasul-Nya dan sebagaimana firman-Nya yang ada di dalam Al-Qur’an.
Akar dari kata Islam adalah salim, artinya selamat. Selamat dari siksa api neraka yang menyala-nyala. Bahkan anda takkan sanggup mendengarkan gemuruh suara apinya saja, yang apabila benar-benar mendengarkannya pasti tubuh anda menjadi debu yang tak bisa dikenali lagi bentuk aslinya. Naudzu billahi min dzalik
Masalahnya adalah apakah anda meyakini adanya Hari Kemudian? Bahwa surga itu benar adanya, neraka itu benar adanya, kehidupan alam barzakh itu benar adanya, apakah akal anda dapat menerima semua itu? Anda dapat menyangkal semua itu  selama akal anda tidak tunduk kepada ruh anda.
Ruh sesungguhnya adalah diri atau hati atau jiwa  di alamnya (alam keabadian). Saat ini, ketika masih hidup di dunia, ruh manusia berada bersama dengan jasadnya. Keberadaannya dapat dirasakan, tetapi tidak dapat dicapai oleh penglihatan (dhohir).
Perkara ruh hanya Allah Yang Maha Mengetahui. Ruh bukan urusan manusia. Allah Yang Maha Bijaksana hanya memberi sedikit pengetahuan mengenai ruh kepada siapa yang Dia kehendaki.
Ruh sesungguhnya adalah diri anda di alam keabadian. Bagaimana bentuk ruh anda tergantung bagaimana anda memperlakukannya ketika hidup di dunia. Ada manusia yang tubuhnya adalah berbentuk babi, padahal ketika di dunia dia seorang manusia yang pandai. Hanya saja ketika di dunia dia suka mencuri uang negara (koruptor). Sekali lagi, apakah akal anda dapat menerima keyakinan seperti itu?
Sekiranya akal tidak dapat menerima kebenaran Allah, sebagaimana disabdakan oleh Rasul-Nya maupun yang termaktub di dalam Al-Qur’an, maka dia berada dalam kedudukan sebagai Muslim yang masih meragukan kebenaran. Begitu sebaliknya, meskipun akal anda belum mampu menjangkau karena belum memperoleh petunjuk Allah, anda percaya (beda dengan meyakini sampai hati anda ikut merasakan kehadiran-Nya) walau baru sampai dilisankan, maka insya Allah anda masih menjadi seorang Muslim yang tidak meragukan. 
Jadi, kualitas keberagamaan Islam anda bukan semata-mata ditentukan oleh kepandaian akal, tetapi juga diterima oleh hati anda sedemikian hingga anda betul-betul yakin ada-Nya. Kata ‘ada-Nya’ menunjukkan bahwa Dia benar-benar ada di dalam kekuasaan-Nya. Allah Azza wa Jalla adalah Dia Yang Maha Kuasa atas segala yang dikehendaki-Nya. 


Hati dan Ilahi

Ruh anda sebenarnya adalah hati anda. Apakah anda mengenal hati anda? Hati yang ada di dalam tubuh bukan hati yang dimaksud dalam tulisan ini, tetapi Hati yang merupakan ruh anda. Keberadaannya tidak tampak, hanya kita dapat merasakannya seperti berada di wilayah hati organ tubuh anda. Berbeda dengan hati, akal adanya di otak anda yang keberadaannya ada di wilayah lahir.
Karena itu, Hati dan akal berada di alam yang berbeda, meskipun Allah Swt menjadikannya berada bersama-sama pada diri manusia ketika masih berada di dunia. Manusia yang hatinya menjadi sumber inspirasi dalam menjalani hidup di dunia, dia akan merasakan kehadiran Allah bersama-Nya. Tetapi, bila manusia menjadikan akal sebagai sandaran dalam perjalanan hidup di dunia, maka dia mudah dijebak oleh bisikan setan yang berada di dadanya.
Kata ‘dada’ sebetulnya juga bukan dada sebagaimana yang anda kenal selama ini, tetapi dia sesungguhnya merupakan ‘ruang bisikan’. Antara ‘ruang bisikan’ dengan Hati, Allah jadikan keduanya berada dalam satu bagian yang hanya dibatasi oleh sebuah sekat yang sangat tipis dan transparan. Allah mengajarkan kaum beriman untuk berlindung kepada-Nya dari bisikan setan yang membisikkan kejahatan di  dada, “Katakanlah: "Aku berlindung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia. Raja manusia. Sembahan manusia. dari kejahatan (bisikan) setan yang biasa bersembunyi, yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia. dari (golongan) jin dan manusia. (QS. An-Nas: 1-6).
Kedudukan hati anda berada di bagian tak tampak ternyata memiliki nilai keutamaan yang lebih dibandingkan dengan kedudukan akal. Mengapa demikian? Bukankah akal anda yang menjadikan anda lebih mulia dibandingkan dengan makhluk lainnya? Benar bahwa manusia karena akalnya menjadi berada lebih unggul dibandingkan dengan makhluk Allah lainnya.
Akan tetapi, akal yang tidak pandai menerima kehadiran Allah hanyalah menjadikan manusia berada di hadapan Allah sebagai makhluk yang hina. Tak bedanya seperti hewan. Hewan juga bisa menuruti instink-nya untuk mendapatkan ‘kenikmatan’, seperti makan dan hubungan seks, walaupun tidak memiliki akal.  Manusia yang memperturutkan akal yang mengikuti bisikan setan dari dada cenderung berbuat jahat. Seperti hewan, dia mudah dijebak untuk melayani nafsunya yang keji, tidak berperikemanusiaan, jahat terhadap sesama, pokoknya setiap keinginan nafsunya tidak dipenuhi, akal akan membujuk bagaimana dapat memperoleh setiap kemauan yang tidak terpenuhinya itu. Cara-cara setan sekalipun bila perlu dilakukan. Begitulah kedudukan akal bila dihasut oleh bisikan.
Sementara hati tidak demikian. Allah menjadikannya secara fitrah menerima kebenaran. Maka Hati lebih mulia di sisi Allah. Begitu mulianya, sehingga Allah pun berkenan ‘Hadir’ kepada Hati hamba-Nya yang senantiasa mengingat-Nya. Allah Azza wa Jalla bersemayam di Hati hamba-Nya yang sangat dekat dengan-Nya. Manusia yang kedudukan Hatinya seperti itu, maka Allah Swt senantiasa melindunginya dari segala kejahatan setan yang membisikkan di dadanya. Maka, manusia yang demikian, Hatinya bersih dari kekotoran yang menjadikannya penyakit. Bila Hati ada penyakit, maka Allah akan menambah penyakit. Allah berfirman di dalam surat Al-Baqarah ayat 10, “Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta.”
Allah Azza wa Jalla tidak membedakan siapa pun sebagai manusia, apakah dia muslim atau bukan. muslim, sebagai manusia, adalah yang mengakui Allah Yang Mahaesa dan Muhammad utusan-Nya. Sedangkan kafir, yang juga adalah manusia, secara syar’i tidak mengakui Allah Swt sebagai Tuhannya dan Muhammad adalah utusan-Nya. Tetapi keduanya, muslim dan non-muslim, adalah manusia. Maka, ayat di atas sesungguhnya ditujukan juga kepada muslim sebagai manusia.
Bila ada yang menafsirkan ayat tersebut hanya ditujukan kepada orang-orang kafir, maka bagaimana muslim yang juga manusia yang, nyatanya mengaku beriman kepada Allah tetapi hatinya tidak pernah mengingat Allah. Maka, dalam kedudukan sebagai muslim yang berikrar bahwa Allah adalah Tuhannya dan Nabi Muhammad Saaw sebagai utusan-Nya, sementara hatinya bersikap ‘biasa-biasa saja’ akan keberadaan Allah, Allah menegaskan, “Di antara manusia ada yang mengatakan: "Kami beriman kepada Allah dan Hari kemudian", padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Baqarah: 8).
Beriman kepada Allah dan Hari Kemudian merupakan kata kunci bagi seorang manusia (muslim?), bahwa dia mengakui keberadaan Allah di hatinya, bukan di bibirnya. Allah memberitahukan keberadaan hati manusia yang mengaku beriman di bibirnya, padahal mereka mencoba menipu pada ayat selanjutnya (QS. Al-Baqarah: 9), “Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar.”
Allah Swt menciptakan akal dan hati senantiasa untuk menghamba kepada-Nya. Allah tidak meletakkan akal mengungguli hati, tetapi akal secara kodrati untuk berdampingan dengan hati. Manusia adalah hidup bila dia ada hatinya (ruhnya). Sebaliknya, meskipun dia secara lahir hidup, maka sesungguhnya dia mati bila hatinya diabaikan.
Islam mengajak umatnya untuk menjadi manusia yang berakal dan berhati sesuai dengan kodratnya. Akal tidak dapat menguasai hati, tetapi hati dapat mempengaruhi akal. Maka, bila akal manusia mengikuti kata hatinya, dia akan selamat. Sedangkan akal yang mengikuti bisikan di dadanya, maka dia celaka. Jangan jauhkan hati dari diri anda, sebab di sanalah anda semestinya berada. Allah hanya berkenan menjumpai anda di hati, bukan anda yang ada di akal. [ ]
NEXT ARTICLE Next Post
PREVIOUS ARTICLE Previous Post


EmoticonEmoticon

Post a Comment

NEXT ARTICLE Next Post
PREVIOUS ARTICLE Previous Post
 

Delivered by FeedBurner